Eksposisi tentang berbahasa
sesuai dengan ranah pemakaiannya
Kesadaran
akan ranah ini merupakan kompetensi sisiolinguistik yang sangat penting.
Kesalahan penggunaan bahasa dalam ranah tertentu akan menimbulkan masalah
komunikasi dan bahkan bisa berbuntut masalah hukum.
Ranah penggunaan bahasa setidaknya
dipengaruhi oleh tiga hal: lokasi, topik, dan lawan bicara. Misalnya
tempatnya di kamar tidur; topik pembicaraan tentang cinta; lawan bicara adalah
suami atau istri, tentu ini termasuk ranah intim. Misalnya lagi, tempatnya
ruang praktek, topik pembicaraannya kondisi kesehatan, dan lawan bicaranya
dokter, ini tentu ranah pribadi. Kalau tempatnya ruang tamu, topiknya arisan,
lawan bicaranya warga satu RT ataupun warga satu Kampung, ini tentu ranah
publik.
Kesadaran ranah penggunaan bahasa ini
dalam fenomena pemakaian bahasa Jawa biasa disebut dengan empan papan,
kemampuan menyesuaikan penggunaan bahasa dengan tempat dan kedudukannya. Ini
sangat diperhatikan dalam Bahasa Jawa karena adanya pembedaan status bahasa, kromo
inggil (high variety) dan ngoko (low variety). Dalam bahasa
Indonesia kesadaran ranah ini ditunjukkan dengan pemilihan kata atau ungkapan
yang sesuai dengan ranahnya. Misalnya tentu anda tidak akan
berkata: “Bapak Ketua, saya sangat lapar” di rapat besar yang
dihadiri semua klien.
Dengan kasus Eyang subur , saya kira telah terjadi
kebingungan ranah penggunaan bahasa. Jejaring sosial dunia maya seperti mailing
list, twitter, facebook, dan sebagainya bisa membingungkan pengguna bahasa
sehingga pengguna bahasa salah mengira ranahnya. Waktu meng-upload atau mengunggah
status, kita seorang diri, seolah-olah tidak ada lawan bicara, tempat di kamar,
jadi topik bisa apa saja dan bahasa bisa semau kita. ini SALAH BESAR. Di
jejaring sosial dunia maya lawan bicaranya ratusan, bahkan ribuan; tempatnya
maya, tak bertepi maka pemilihan topik harus hati-hati, penggunaan bahasa harus
ekstra hati-hati.
Secara
kasat mata, globalisasi juga menurunkan derajat kebakuan ragam bahasa
resmi: BI resmi mendapat gangguan dari bahasa asing, terutama bahasa utama
dunia, seperti bahasa Inggris; gangguan ini cenderung tampak pada tingginya
gejala interferensi (baik secara gramatikal maupun leksikal) dan gejala
campur-campur bahasa BI-BA/Inggris, termasuk pemanfaatan alternasi
(beralih/alih bahasa) yang sebenarnya tidak diperlukan/tidak dituntut dalam
situasi komunikasi yang sedang berlangsung. Yang lebih memprihatinkan adalah
bahwa globalisasi mengimplikasikan kecenderungan mengendurnya semangat
nasional pada generasi muda bangsa kita, terutama di kota-kota
besar.